Karya: Lifya
Kebun
peternakan pak Peter sangatlah luasnya sampai-sampai ia harus menggunakan kuda
untuk mengelilingi peternakannya. Seluas mata memandang hamparan rumput
menghijau dan sapi-sapi yang merumput. Sapi –sapi kian beranak pinak sehingga pak
Peter mempekerjakan tiga orang
pengembala untuk mengurus semua ternaknya. Pak Peter tidak lagi langsung terjun
ke lapangan ia tinggal mengontrol pekerjaan
pengembala setiap harinya.Kepada pengembala pertama ia bertanya
“
Selamat pagi pak , apa yang bapak kerjakan ?” Tanya pak Peter. Gembala pertamapun
menjawab sesuai dengan apa yang sedang dikerjakannya. Ia tampak sedang
tidur-tiduran dibawah sebatang pohon yang rindang.
“
Seperti biasa saya sedang mengembala sapi tuan, sapi-sapi itu dalam pengawasan
saya “ katanya sambil menunjuk sapi-sapi yang sedang bergerombol dihadapannya.
“ Oh ya silakan lanjutkan pekerjaannya” kata
pak Peter sambil tersenyum. Pengembalapun
tersenyum puas karena dapat senyuman dari tuannya. Dalam hati ia berkata tak menyesal saya menjadi pengembala dengan
tidur-tiduran saya mendapat upayah yang
lumayan besar.
Pak
Peterpun menemui pengembala kedua dan masih mengajukan pertanyaan yang sama.
“
Selamat pagi pak apa yang sedang
dilakukan?” Tanya pak Peter pada pengembala kedua. Ia sedang asyik menyabit
rumput untuk sapi-sapi yang digembalainya.
“
Saya sedang menyabit rumput tuan untuk
sapi-sapi yang saya gembalai”.
“
Bukankah ia bisa memakan rumput sendiri? “ Tanya pak Peter lagi.
“
Ya Tuan tapi sapi-sapi yang saya gembalakan akan mendapat rumput yang bagus tanpa harus berpanas-panas dan berebut.” Jelas pengembala kedua.
“
Terima kasih pak silakan lanjutkan pekerjaannya , tapi bapak sendiri jangan
lupa istirahat ya”. Itu pesan yang disampaikan pak Peter pada pengembala dua.
Pengembala kedua merasa senang karena mendapat perhatian dari tuannya.
Terakhir
Pak Peterpun sampai di kawasan
pengembala ketiga ia melihat pengembala ketiga sedang asyik menyebarkan kotoran
sapi tersebut ke setiap rumpun rumput di
hadapannya. Sepertinya rumput itu ia
tanam sendiri. Masing-masing pengembala
sudah mempunyai batasan-batasan daerah pengembalaan dan jumlah ternak yang
digembalai. Pak Peterpun menyapa pengembala ke tiga masih dengan pertanyaan
yang sama.
“
Selamat pagi pak apa yang sedang bapak kerjakan?” Tanya pak Peter kepada pengembala ketiga.
“
Saya sedang menyebar pupuk kandang ini pada rumput yang baru saya tanami”
“
Bukankah di sini sudah cukup rumputnya pak?” Tanya pak Peter
“
Benar tuan tapi ini beda jenis rumputnya
, orang menyebutnya rumput gajah,
sapi-sapi yang saya gembalai lebih suka dengan jenis rumput ini”. Jawab
pengembala ketiga
Ia bahkan menjelaskan
cara menanam rumput tersebut serta
memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk untuk rumput-rumput yang ia tanami.
Rumput-rumput terebut kian subur. Tidak
itu saja area tempat ia menggembala
bersih dan sehat. Lama pak Peter duduk di sana memperhatikan pengembala ketiga
bekerja sesekali ia mengajukan pertanyaan . pak Peter terus memperhatikan cara kerja pengembala
ketiga ia merasakan kasih sayang
yang tercurah pada pekerjaan yang sedang dilakukan pengembala ke tiga.
Tak segan ia mengambilkan air kelurah untuk sapi-sapinya. Pengembala tersebut
mengatakan sapi-sapi ini akan tumbuh dengan baik tanpa stres sehingga kelihatan
lincah dan gemuk-gemuk. Kalau sapi ini sudah sampai masanya akan di bawa ke
tempat penjagalan tanpa harus dengan kekerasan. Pak Peterpun tersenyum sebelum
pergi ia berkata.
“ Terima kasih pak , bapak sudah bekerja dengan hati “
pak Peterpun menyalami pengembala ketiga itu
pak Peterpun menunggangi kudanya dan pengembaIa kembali asyik dengan pekerjaannya.
Dari ketiga pengembala tersebut sudah pasti
pengelola peternakan akan memilih cara kerja pengembala ketiga. Mengapa
sampai demikian bukankah mereka sama-sama mengembala dan tidak pernah
meninggalkan sapi-sapinya? Yang
membedakannya pengembala ketiga punya visi kedepan. Ia memikirkan mau diapaknnya sapi-sapi yang di
gembalainya itu.
Pengembala
pertama tidak mempunyai visi baginya yang penting datang dan mengembalai
sapi-sapi yang ditugaskan kepadanya yang terpatri dihatinya mengembala tak
lebih. Begitu juga dengan pengembala kedua ia sudah mempunyai visi tapi masih
sebatas menyabitkan rumput untuk sapi-sapinya. Sementara pengembala ketiga sudah
mempunyai visi yang jelas. Ia bekerja dengan hati seperti yang dikatakan oleh
tuannya. Ia tidak jual mahal tenaganya dan bekerja dengan semangat serta ketekunan yang patut diacungkan jempol.
Pengembala pertama bekerja tidak
dengan sepenuh hati ketika sapi-sapinya
tidak mendapat rumput ia akan membiarkannya. Mungkin ditunggunya dulu tuannya untuk
menegur baru akan diupayakan solusinya.
Ia akan bersiap-siap untuk pulang sebelum jamnya sehingga apabila sudah
sampai jam pulang ia bisa langsung pulang. Berbeda sekali dengan sifat gembala ketiga ia memulai hari dengan
sentuhan yang indah, sapi-sapinya dielus dengan manja, ia mengajak berbicara sapi-sapi
tersebut walau sapi itu tidak mengerti dengan apa yang dibicakannya. Ia pagar
pekerbunan dibagian yang curam karena takut sapi-sapinya akan terperosok, ia
tanami lahan tersebut dengan rumput yang
lebih bagus sehingga sapi-sapi tersebut tidak pernah kekurangan makanan.
Sebelum pulang ia akan periksa sapi-sapinya itu apakah sudah masuk ke dalam
kandang dengan aman. Sehingga dari cara kerja pengembala ke tiga hasil yang
diharapkan tidak akan diragukan lagi.
Pelajaran yang sangat menarik
saya dapatkan dari ilustrasi di atas. Saat berkunjung kesekolah Luar biasa di Monbukagakusho/
Ministry of education & Risearch And
Technologi of Japan dan enam sekolah lainnya di Jepang dapat ditarik satu benang
merah dari cara sensei
atau guru dalam menghadapi siswanya di sekolah. Pengalaman berkunjung ke negiri Sakura membuat mata hati terbuka. Hal ini bukan berarti saya
menyanjung-nyanjung negeri orang. Bukankah pepatah mengatakan hujan emas
dinegeri orang lebih baik hujan batu di negeri sendiri. Tapi tidak ada salahnya
kita membuka hati belajar dan bekerja
keras seperti gembala ketiga pertanda cinta Indonesia. Saya perhatikan anak-anak berkebutuhan khusus
dimana saja berada tidak ada bedanya mau
di Jepang, di Indonesia atau di dusun sekalipun anak luar biasa adalah
anak luar biasa dengan berbagai karakteristiknya. Pengalaman yang diperoleh
mendapatkan sebuah hikmah akan pentingnya suatu kedisiplinan, kesungguhan dan
menghargai waktu ditambah dengan prinsip kerja mereka cahaya ada dimana-mana
jadi harus diimplementasikan kedalam suatu kejujuran. Perilaku mulia tersebut
kalau ditanamkan kepada siswa akan tertanam dihati siswa apabila mereka
mendapat contoh baik dari gurunya, saya
melihat persiapan dan alat pembelajaran
yang dibuat guru –guru tersebut. Didalam setiap laci yang diperlihatkan berbagai media yang tersedia. Media tersebut
dari hasil karya guru berbentuk puzzle cara
memasang baju dan sepatu. Ini membuat
satu perbandingan di hati saya bahwa guru-guru di tanah air juga pernah membuat
ini tapi ini rutin dikerjakannya tidak
sewaktu-waktu saat akan diadakan penilaian
kinerja. Pulang sore memang
jadwal tetap mereka namun siswanya tidak
guru hanya mempersiapkan apa yang akan diajarkan esok hari. Mereka
dengan nyaman mengajar dengan anak didiknya dengan pekaian sepeti guru olah
raga atau dengan kemeja simple yang
jasnya disandarkan di kursi guru. Mereka begitu menikmati kebersamaan dengan
siswanya karena mereka sudah tahu dan kemana akan di bawa siswanya. Bagi siswa
tuna netra yang sudah mahir masase di
bawa kepanti jompo memijit orang-orang tua sehingga para jompo tidak merasa kesepian. Bagi yang sudah bisa
membuat dompet siswa dengan guru menjualkannya atau menitipkannya ke Mall. Para
siswa juga dilatihkan membersihkan kaca sampai dicarikan kantor-kantor yang
mengontrak tenaga mereka. Mereka memanfaatkan tanah yang tidak seberapa luasnya tapi hasil kebun itu bisa mendatangkan
pemasukan untuk Negara bukan untuk sekolah lagi. Sebuah Visi yang terencana
yang terlaksana guru-guru itu paham betul kemampuan dan karakteristik siswanya
yang tertuang dalam program dan di dalam rencana pembelajaran. Sehingga bisa terarah sampai bisa mendatangkan hasil. Saya membuat RPP tapi masih terikat dengan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang belum terurai di dalam Indikator
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa.. Semua
masih ideal dan hanya untuk sekedar pelepas tanya . Ini menjadi perenungan bagi
saya dalam membuat RPP dan Administrasi Kelas. Memang mengajar di SLB tidak
selalu bisa digambarkan di atas kertas tapi setidaknya sudah ada persiapan dan
tujuan yang jelas sehingga langkah menjadi terarah dan orang tua tidak sia-sia mengantarkan
anaknya ke sekolah dengan onkos dua kali lipat setiap harinya.
Guru-guru di negeri kita tidak
kalah hebat dan kreatifnya tidak sedikit siswanya yang berhasil karena alam
membentang menjadi guru. Tapi guru-guru di Jepang lebih unggl karena mereka
mengadakan komunikasi langsung sehingga lebih menyentuh hati dan berlansung
secara berkesinambunga. Guru memposisikan dirinya sebagai sumber informasi. Mereka
lebih familiar tidak terikat dengan peraturan yang mengikat mereka mempunyai
semboyan memulai dari hal yang menyenangkan. Dalam menyajikan pelajaran yang
berkaitan dengan sikap dan keterampilan disampaikan diwaktu pagi.
Pemerintah
Jepang terus memperbaikai aturan tentang
pendidikan khusus dan inklusi ya ada
social support untuk penyelenggaraan inklusif, semua kebijakan pendidikan khusus
diatur oleh provinsi. Kementrian pendidikan mempunyai Visi ,Mandiri dan
adaptasi (diterima dengan senang). Misi yang jelas juga mereka terapkan bisa bekerja dengan kwalitas bukan dengan rasa
kasihan. Prinsip yang dianut Fisik harus bagus (kuat) karena untuk menghadapi
persiangan dengan orang normal harus kuat.
Semua itu tidak menutup kemungkinan bagi kita untuk
lebih di depan karena kita juga mempunyai potensi juga punya semboyan. Cuma belum
tergali saja untuk berbeda dan berkualitas memang meminta kita untuk bergerak
seperti pengembala ketiga jangan bertahan pada situasi nyaman karena ini akan melemahkan. Kita juga
bisa katakan Tuhan mengetahui perbuatan
kita.
#
sumbermajalahlionmagkirimanpakmulmulyadi
#sosokgurudijepangyangsayatahu
#Tulisaniniadalahpecutuntukdirisayapribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar