Wartawan : Hijrah Adi Sukrial - Padang Ekspres - Editor : Riyon - 22 November 2015 11:09 WIB Dibaca : 28 kali
Dibesarkan oleh kedua orang tua yang
menyukai dunia literasi tanpa disadari menjadi salah satu penunjang karir Lifya
dalam menjalani profesi sebagai guru anak berkebutuhan khusus (ABK).
”Setiap menjelang tidur ibu selalu
bercerita setiap hari tanpa bosan. Setelah besar baru saya menyadari bahwa
banyak pesan yang diselipkan dalam setiap cerita yang disampaikan. Kadang
cerita itu diadopsi ibu dari buku yang dibacanya atau dari imajinasi ibu
sendiri. Apabila ibu tidak mendongeng malam itu ibu akan memutarkan cerita dari
radio transitor yang dinyalakan dengan baterai. Saya akan terpaku didepan radio
menyimak untaian kata demi kata karena cerita yang dibawakan penuh petatah dan
petitih dari cerita rakyat Minang Sabai nan Aluih,” ujar Lifya kepada
Padang Ekspres, kemarin.
Dia mengisahkan, setelah mendengar
cerita itu baru diperbolehkan untuk mengulas kembali atau bertanya pada ibu.
Kadang waktunya lebih lama untuk mengulas cerita itu daripada mendengarkan
cerita yang ditayangkan.
Begitu juga dengan bapaknya, menurut
Lifya sang bapak sering memasukkan pelajaran sejarah atau geografi lewat
buku–buku yang dibawanya pulang. Buku Winnetou yang dihadiahkan membawa kesan.
”Bapak akan menunjukan peta dimana
suku Indian itu berada karena cerita Winnetou adalah seorang Indian Amerika
yang menjadi ketua suku Indian Mescalero-Apache. Kadang Bapak membawa buku
Kuantar Kegerbang Kisah cinta Bu Inggit dengan Bung Karno. Ibu dan bapak telah
meluaskan cakrawala fantasi ku dengan dunia literasi. Betapa aku merindukan
lagi saat seperti itu. Karena ibu tidak hanya bercerita tapi tangannya serta
merta ikut memindai helai demi helai rambutku yang panjang untuk membersihkan
telur kutu yang bersarang,” kenang Lifya.
Masa kecil yang menjadi cikal bakal
titik tumpuan, karena di SD dia mendapat kesempatan untuk menumbuhkan bibit
yang mengakar. Hal yang lifya lakukan dengan teman-teman pun berperan sampai
sekarang.
Waktu itu bersama teman berlari di
pematang atau memanjat Waru di halaman belakang rumahnya. Kadang dia
menghabiskan bekal sambil bercerita di atas pohon Wayu sambil bergelayutan dan
bergantian dengan teman-temannya.
Tulus dan Ikhlas, Pekerjaan Dianggap
Ibadah
Menjadi guru anak berkebutuhan
khusus bukanlah hal mudah untuk dilakukan, tidak banyak yang menyukainya. Tapi
Lifya, telah menjalani profesi ini selama 20 tahun. Keikhlasannya mendidik anak
berkebutuhan khusus mengantarnya ke Istana Negara, ke Jepang dan ke Mekkah.
“Lakukan apa yang anda sukai, sukai
apa yang anda lakukan dan berikan lebih dari apa yang anda janjikan”. Penggalan
tulisan dari Harvey Machay itulah yang menjadi motivasi bagi Lifya dalam
menjalani kehidupan dan profesinya.
Perempuan kelahiran Padang, 4 April
1966 ini mengaku bersyukur menjalani profesi sebagai guru anak berkebutuhan
khusus. Profesi yang dijalaninya dengan ikhlas membuatnya terpilih menjadi
peringkat II guru berprestasi tingkat nasional.
Untuk itu, dia diundang hadir ke
Istana Negara di Jakarta dan menjadi perwakilan untuk menerima hadiah secara
simbolis.
”Haru biru benar-benar menyesak di
dada saat berangkulan dengan Ibu Negara. Sejak itu saya mulai diundang sebagai
motivator guru-guru PLB Kota Padang. Saya mulai mendapat kesempatan untuk
mengikuti pelatihan-pelatihan yang selama ini tidak pernah diikuti,” ujar
perempuan yang juga aktif menulis artikel dan opini tentang anak berkebutuhan
khusus ini.
Tidak hanya itu. September 2014
Lifya mendapat undangan Kementerian Pendidikan untuk mengikuti pertukaran guru
berprestasi di Jepang. Dia merasa perjalanan bersama 17 orang guru berprestasi
lainnya itu sangat menginspirasi.
Apalagi dia tidak pernah
membayangkan mendapat kesempatan secara langsung belajar ke negeri ‘Matahari
Terbit’ itu.
”Rasanya impian demi impian
benar-benar terwujud begitu sempurna disaat saya mendapat penghargaan dari
Dinas Propinsi Sumbar berupa paket umrah ke tanah suci Mekkah,” papar motivator
yang menetap di Jl Kotopanjang, Pauh, Kota Padang tersebut.
Lifya mengaku, saat mengambil
Jurusan Pendidikan Luar Biasa ketika akan masuk kuliah, dia tidak pernah
membayangkan apa yang akan diraih saat ini.
Ibunya sudah mengingatkan betapa
susahnya merawat anak berkebutuhan khusus. Namun, dia bertekad dalam hati akan
melakukannya. Alasannya, jika semua orang menghindar, siapa lagi yang akan
merawat anak-anak yang sebenarnya lebih butuh perhatian itu. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar