Kamis, 14 Desember 2017

MENDIDIK DENGAN VISI



                                                            Karya: Lifya

Kebun peternakan pak Peter sangatlah luasnya sampai-sampai ia harus menggunakan kuda untuk mengelilingi peternakannya. Seluas mata memandang hamparan rumput menghijau dan sapi-sapi yang merumput.   Sapi –sapi kian beranak pinak sehingga pak Peter mempekerjakan  tiga orang pengembala untuk mengurus semua ternaknya. Pak Peter tidak lagi langsung terjun ke lapangan ia tinggal mengontrol pekerjaan  pengembala setiap harinya.Kepada pengembala pertama ia bertanya
“ Selamat pagi pak , apa yang bapak kerjakan ?” Tanya pak Peter. Gembala pertamapun menjawab sesuai dengan apa yang sedang dikerjakannya. Ia tampak sedang tidur-tiduran dibawah sebatang pohon yang rindang.
“ Seperti biasa saya sedang mengembala sapi tuan, sapi-sapi itu dalam pengawasan saya “ katanya sambil menunjuk sapi-sapi yang sedang bergerombol dihadapannya.
 “ Oh ya silakan lanjutkan pekerjaannya” kata pak Peter sambil tersenyum.  Pengembalapun tersenyum puas karena dapat senyuman dari tuannya.  Dalam hati ia berkata  tak menyesal saya menjadi pengembala dengan tidur-tiduran saya mendapat  upayah yang lumayan besar.
Pak Peterpun menemui pengembala kedua dan masih mengajukan pertanyaan yang sama.
“ Selamat pagi pak  apa yang sedang dilakukan?” Tanya pak Peter pada pengembala kedua. Ia sedang asyik menyabit rumput untuk sapi-sapi yang digembalainya.
“ Saya sedang menyabit rumput  tuan untuk sapi-sapi yang saya gembalai”.
“ Bukankah ia bisa memakan rumput sendiri? “ Tanya pak Peter lagi.
“ Ya Tuan tapi sapi-sapi yang saya gembalakan  akan mendapat rumput yang bagus  tanpa harus berpanas-panas dan berebut.”  Jelas pengembala kedua.
“ Terima kasih pak silakan lanjutkan pekerjaannya , tapi bapak sendiri jangan lupa istirahat ya”. Itu pesan yang disampaikan pak Peter pada pengembala dua. Pengembala kedua merasa senang karena mendapat perhatian dari tuannya.
Terakhir  Pak Peterpun sampai di kawasan pengembala ketiga ia melihat pengembala ketiga sedang asyik menyebarkan kotoran sapi tersebut ke setiap rumpun rumput  di hadapannya.  Sepertinya rumput itu ia tanam sendiri.  Masing-masing pengembala sudah mempunyai batasan-batasan daerah pengembalaan dan jumlah ternak yang digembalai. Pak Peterpun menyapa pengembala ke tiga masih dengan pertanyaan yang sama.
“ Selamat pagi pak apa yang sedang bapak kerjakan?” Tanya pak Peter kepada  pengembala ketiga. 
“ Saya sedang menyebar pupuk kandang ini pada rumput yang baru saya tanami”
“ Bukankah di sini sudah cukup rumputnya  pak?” Tanya pak Peter
“ Benar tuan  tapi ini beda jenis rumputnya  , orang menyebutnya rumput gajah, sapi-sapi yang saya gembalai lebih suka dengan jenis rumput ini”. Jawab pengembala ketiga
Ia bahkan menjelaskan cara menanam rumput tersebut  serta memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk untuk rumput-rumput yang ia tanami. Rumput-rumput terebut kian  subur. Tidak itu saja  area tempat ia menggembala bersih dan sehat. Lama pak Peter duduk di sana memperhatikan pengembala ketiga bekerja sesekali ia mengajukan pertanyaan . pak Peter terus  memperhatikan cara kerja pengembala ketiga  ia merasakan  kasih sayang  yang tercurah pada pekerjaan yang sedang dilakukan pengembala ke tiga. Tak segan ia mengambilkan air kelurah untuk sapi-sapinya. Pengembala tersebut mengatakan sapi-sapi ini akan tumbuh dengan baik tanpa stres sehingga kelihatan lincah dan gemuk-gemuk.  Kalau  sapi ini sudah sampai masanya akan di bawa ke tempat penjagalan tanpa harus dengan kekerasan. Pak Peterpun tersenyum sebelum pergi ia berkata.
            “ Terima kasih pak , bapak sudah bekerja dengan hati “ pak Peterpun menyalami pengembala ketiga itu  pak Peterpun menunggangi kudanya dan pengembaIa  kembali asyik dengan pekerjaannya.
   Dari ketiga pengembala tersebut  sudah pasti  pengelola peternakan akan memilih cara kerja pengembala ketiga. Mengapa sampai demikian bukankah mereka sama-sama mengembala dan tidak pernah meninggalkan sapi-sapinya?  Yang membedakannya pengembala ketiga punya visi kedepan.  Ia memikirkan mau diapaknnya sapi-sapi yang di gembalainya itu.
Pengembala pertama tidak mempunyai visi baginya yang penting datang dan mengembalai sapi-sapi yang ditugaskan kepadanya yang terpatri dihatinya mengembala tak lebih. Begitu juga dengan pengembala kedua ia sudah mempunyai visi tapi masih sebatas menyabitkan rumput untuk sapi-sapinya. Sementara pengembala ketiga sudah mempunyai visi yang jelas. Ia bekerja dengan hati seperti yang dikatakan oleh tuannya. Ia tidak jual mahal tenaganya dan bekerja dengan semangat  serta ketekunan yang patut diacungkan jempol.
              Pengembala pertama bekerja tidak dengan sepenuh hati  ketika sapi-sapinya tidak mendapat rumput ia akan membiarkannya. Mungkin ditunggunya dulu tuannya untuk menegur baru akan diupayakan solusinya.  Ia akan bersiap-siap untuk pulang sebelum jamnya sehingga apabila sudah sampai jam pulang ia bisa langsung pulang. Berbeda sekali dengan sifat  gembala ketiga ia memulai hari dengan sentuhan yang indah, sapi-sapinya dielus dengan manja, ia mengajak berbicara sapi-sapi tersebut walau sapi itu tidak mengerti dengan apa yang dibicakannya. Ia pagar pekerbunan dibagian yang curam karena takut sapi-sapinya akan terperosok, ia tanami  lahan tersebut dengan rumput yang lebih bagus sehingga sapi-sapi tersebut tidak pernah kekurangan makanan. Sebelum pulang ia akan periksa sapi-sapinya itu apakah sudah masuk ke dalam kandang dengan aman. Sehingga dari cara kerja pengembala ke tiga hasil yang diharapkan tidak akan diragukan lagi.
            Pelajaran yang sangat menarik saya  dapatkan dari ilustrasi di atas.  Saat berkunjung kesekolah Luar biasa di Monbukagakusho/ Ministry of education  & Risearch And Technologi of Japan dan enam sekolah lainnya di Jepang dapat ditarik satu benang merah  dari  cara sensei  atau guru dalam menghadapi siswanya di sekolah. Pengalaman  berkunjung ke negiri Sakura membuat  mata hati terbuka. Hal ini bukan berarti saya menyanjung-nyanjung negeri orang. Bukankah pepatah mengatakan hujan emas dinegeri orang lebih baik hujan batu di negeri sendiri. Tapi tidak ada salahnya kita membuka hati  belajar dan bekerja keras seperti gembala ketiga pertanda cinta Indonesia.  Saya perhatikan anak-anak berkebutuhan khusus dimana saja berada tidak ada bedanya mau  di Jepang, di Indonesia atau di dusun sekalipun anak luar biasa adalah anak luar biasa dengan berbagai karakteristiknya. Pengalaman yang diperoleh mendapatkan sebuah hikmah akan pentingnya suatu kedisiplinan, kesungguhan dan menghargai waktu ditambah dengan prinsip kerja mereka cahaya ada dimana-mana jadi harus diimplementasikan kedalam suatu kejujuran. Perilaku mulia tersebut kalau ditanamkan kepada siswa akan tertanam dihati siswa apabila mereka mendapat contoh  baik dari gurunya, saya melihat  persiapan dan alat pembelajaran yang dibuat guru –guru tersebut. Didalam setiap laci yang diperlihatkan  berbagai media yang tersedia. Media tersebut dari hasil karya guru  berbentuk puzzle   cara memasang baju dan sepatu.  Ini membuat satu perbandingan di hati saya bahwa guru-guru di tanah air juga pernah membuat ini  tapi ini rutin dikerjakannya tidak sewaktu-waktu saat akan diadakan penilaian  kinerja.  Pulang sore memang jadwal tetap mereka namun siswanya tidak  guru hanya mempersiapkan apa yang akan diajarkan esok hari. Mereka dengan nyaman mengajar dengan anak didiknya dengan pekaian sepeti guru olah raga  atau dengan kemeja simple yang jasnya disandarkan di kursi guru. Mereka begitu menikmati kebersamaan dengan siswanya karena mereka sudah tahu dan kemana akan di bawa siswanya. Bagi siswa tuna netra  yang sudah mahir masase di bawa kepanti jompo memijit orang-orang tua sehingga para jompo  tidak merasa kesepian. Bagi yang sudah bisa membuat dompet siswa dengan guru menjualkannya atau menitipkannya ke Mall. Para siswa juga dilatihkan membersihkan kaca sampai dicarikan kantor-kantor yang mengontrak tenaga mereka. Mereka memanfaatkan tanah yang tidak seberapa  luasnya tapi hasil kebun itu bisa mendatangkan pemasukan untuk Negara bukan untuk sekolah lagi. Sebuah Visi yang terencana yang terlaksana guru-guru itu paham betul kemampuan dan karakteristik siswanya yang tertuang dalam program dan di dalam rencana pembelajaran.  Sehingga bisa terarah sampai bisa  mendatangkan hasil.  Saya membuat RPP tapi masih terikat dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang belum terurai di dalam Indikator pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa.. Semua masih ideal dan hanya untuk sekedar pelepas tanya . Ini menjadi perenungan bagi saya dalam membuat RPP dan Administrasi Kelas. Memang mengajar di SLB tidak selalu bisa digambarkan di atas kertas tapi setidaknya sudah ada persiapan dan tujuan yang jelas sehingga langkah menjadi terarah dan orang tua tidak sia-sia mengantarkan anaknya ke sekolah dengan onkos dua kali lipat setiap harinya.
               Guru-guru di negeri kita tidak kalah hebat dan kreatifnya tidak sedikit siswanya yang berhasil karena alam membentang menjadi guru. Tapi guru-guru di Jepang lebih unggl karena mereka mengadakan komunikasi langsung sehingga lebih menyentuh hati dan berlansung secara berkesinambunga. Guru memposisikan dirinya sebagai sumber informasi. Mereka lebih familiar tidak terikat dengan peraturan yang mengikat mereka mempunyai semboyan memulai dari hal yang menyenangkan. Dalam menyajikan pelajaran yang berkaitan dengan sikap dan keterampilan disampaikan diwaktu pagi.
Pemerintah Jepang terus memperbaikai aturan  tentang pendidikan khusus dan  inklusi ya ada social support untuk penyelenggaraan inklusif, semua kebijakan pendidikan khusus diatur oleh provinsi. Kementrian pendidikan mempunyai Visi ,Mandiri dan adaptasi (diterima dengan senang). Misi yang jelas juga mereka terapkan  bisa bekerja dengan kwalitas bukan dengan rasa kasihan. Prinsip yang dianut Fisik harus bagus (kuat) karena untuk menghadapi persiangan dengan orang normal harus kuat.
Semua itu tidak menutup kemungkinan bagi kita untuk lebih di depan karena kita juga mempunyai potensi juga punya semboyan. Cuma belum tergali saja untuk berbeda dan berkualitas memang meminta kita untuk bergerak seperti pengembala ketiga jangan bertahan pada situasi  nyaman karena ini akan melemahkan. Kita juga bisa katakan  Tuhan mengetahui perbuatan kita.
# sumbermajalahlionmagkirimanpakmulmulyadi
#sosokgurudijepangyangsayatahu
 #Tulisaniniadalahpecutuntukdirisayapribadi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar