Senin, 07 April 2014

Apakah Autime Dapat Disembuhkan



            Seorang gadis kecil dengan seekor ikan  kecil ditangannya, Gadis itu mencium-cium ikan tersebut aku terus memperhatikan gadis kecil itu sembari menanyakan siapa namanya, ia menengadahkan kepala sembari menggelengkannya. Gadis kecil itu bernama Yola kebetulan aku satu angkot dengannya. Yola putri bungsu ibu Ratna  sudah berumur 3 tahun ia lambat dalam bicara , kurang peduli dengan lingkungan tidak tertarik dengan mainan dan tidak mau bermain dengan teman,  tampaknya Yola sulit dalam bergaul. Orang tuanya membawa kedokter dengan keluhan Yola lambat dalam bicara kosa katanya masih sedikit. Dengan keluhan demikian sang dokter menganggapnya sebagai keterlambatan “biasa “. Dokterpun memberi saran untuk memperhatikan perkembangan bahasanya dalam setahun ini dan menyuruh orang tua banyak mengajak Yola untuk berbicara. Bu Ratna pun merasa lega, sehingga tak perlu untuk mengambil langkah nyata guna memperbaiki keadaan.
            Tetapi, ketika selang setahun kemudian keadaan Yola masih tetap, bahkan makin bertambah dengan adanya berbagai perilaku” aneh” Yola semakin cuek diajak senyumpun Yola tidak merespon, ditanya mana anggota tubuhnya Yolapun diam. Yola enggan menatap mata lawan bicaranya, apabila terlambat mendapatkan keinginannya Yola cepat marah dan sering mengamuk tapi terkadang Yola tergelak sendiri pola berilakunya berulang. Apabila berbicara mama dan papanya tidak mengerti dan banyak lagi dijumpai keanehan yang ditunjukan oleh Yola .  Maka bu Ratnapun mulai panik , Bu Ratna mendesak dokter untuk melakukan pemeriksaan laboratorium ternyata hasilnya tak merunut kearah diagnosa yang jelas dan pasti.
Bu Ratna dan suaminya membawa Yola ke Psikiater untuk diperiksakan. Kata orang bawa ke Neurolog maka Bu Ratnapun membawa keneurolog. Yola dibawa kesana kemari sampai-sampai ke Pediater.
Melalui pemeriksaan seksama akhirnya dapat ditegakan diagnosis bahwa Yola mengalami suatu gangguan perkembangan yang cukup luas, yang disebut Gangguan Perkembangan Pervasif yang sekarang sering disebut gangguan SpektrumAutisme (Autism Spectrum Disorder),Gangguan Perkembangan Pervasif ini yakni suatu gangguan yang memiliki spectrum luas.
Gejala Autisme
             Gejala Autisme sudah tampak pada usia 3 tahun, bahkan ada yang sudah tampak sejak lahir. Dengan pengamatan teliti, setidaknya gejala sudah bisa dikenal sebelum anak berusia satu tahun.
            Pada perkembangan normal, diusia 3 bulan anak akan mampu melakukan interaksi dengan ibunya dalam bentuk celoteh. Umur 8 bulan sikecil mampu memberikan respon tatkala ditimang, antara lain dengan tatapan mata yang cukup tajam kea rah si penimang. Namun pada penyandang Autisme, yang tampak adalah kesan cuek alias tak peduli malah mereka cendrung asyik bermain sendiri, bahkan sampai tergelak-gelak.
Gambaran Gejala Autisme Secara Garis Besar
1.Gangguan dalam bidang komunikasi
   Contohnya: terlambat bicara,mengucap kata-kata bukan untuk komulnikasi, sering membeo, cendrung menarik tangan orang terdekat untuk kepentingannya dan lain-lain.
2. Gangguan dalam bidang sosialisasi
  Contohnya: tidak memberikan respon saat dipanggil, cendrung menyendiri, tak ada upaya untuk berinteraksi dengan orang lain, menolak dipeluk dan lain-lain.
3. Gangguan dalam bidang perilaku
Contohnya: perilaku berlebihan  hiperaktif, mondar mandir tanpa tujuan, melompat-lompat, memukul-mukul, berputar-putar, mengulang-ulang perilaku tertentu atau dapat pula perilaku kurang, sikap bengong tatapan mata kosong, tindakan monoton berulang-ulang, keretpakuan pada benda-benda tertentu, terus  memegang suatu benda dan dibawa  kemana-mana, pola perilaku ritualistic dan lain-lain.
4.Gangguan dalam emosi Emosi
Contohnya:  tak mampu berempati, gampang marah atau bahkan mengamuk, mudah menangis, merasa takut yang tak relevan, bisa tertawa-tawa sendiri tanpa sebab yang jelas.
5. Gangguan dalam bidang persepsi
Contohnya: Mencium-cium atau menggigit-gigit benda tertentu , menutup telingaterhadap suara tertentu, menghindari pemandangan tertentu, menolak rabaan, pelukan, pakaian kasar dan lain-lain.
            Dari gejala diatas tak semuanya harus tampak pada penyandang Autisme. Pada Autisme ringan, bisa hanya tampak sebagian. Bahkan pada kasus ringan sekali sering terluput dari diagnosis, sehingga baru ketika anak tersebut menginjak awal remaja, disadari adanya gangguan yang kian nyata.
            Kadang terasa berat bagi orang tua untuk menerima diagnosis dari psikiater, Neurolog, ataupun Pediater, bahwa anaknya menyandang Autisme. Namun dengan penjelasan jernih dan seksama umumnya orang tua kian paham, bahwa ganggguan perkembagan ini pada dasarnya bisa diterapi dan bisa disembuhkan dan keberhasilan terapi amat ditentukan oleh adanya diagnosis dini agar bisa selekasnya didilakukan pula terapi dini secara intensif dan terpadu.
Apa yang mesti dilakukan ?
            Seperti telah dikemukakan, begitu ditetapkan diagnosis, perlu segera dilakukan terapi atau penatalaksanaan sedini mungkin, intensif dan terpadu. Beberapa jenis terapi yang bisa dilakukan secara terpadu antara lain.
1.      Terapi perilaku
Salah satu bentuk tatalaksana perilaku adalah metoda yang dikembangkan ivar Lovaas dari UCLA atas dasar konsep ABA { Applied Behavior Analysis)
Menurut Ivar Lovaas, tatalaksana perilaku perlu dilaksanakan secara intensif. Dari penelitiannya pemberian terapi 40 jam seminggu selama 2 tahun, menunjukan hasil peningkatan IQ yang besar pada penyandang Autisme. Dalam praktek, peran keluarga sangat besar artinya dalam keterlibatannya sebagai terapis disamping para terapis formal disuatu lembaga terapi.
2.      Diet CFGF/Terapi Biomedik
Dilakukan diet CFGFSF (Casein Free, Gluten Free, Sugar Free )
Yang termasuk dalam kejian terapi biomedik, dengan pertimbangan bahwa gejala pada Autisme diperparah adanya gangguan metabolism, yang berakibat terjadinya gangguan fungsi otak. Dengan terapi ini diharapkan fungsi-fungsi abnormal pada otak anak bisa diatasi, sehingga susunan Saraf Pusat akan bekerja lebih baik. Maka berbagai gejala autismepun bisa dikurangi atau bahkan dihilangkan.
3.      Terapi Medikamentosa
Pada dasarnya terapi medikamentosa atau pemberian obat bukan untuk menggantikan program terapi yang lain. Karena obat memang tak bisa menyembuhkan Autisme. Jadi peranannya sebagai penunjang program terapi secara terpadu. Hal yang patut  diingat terapi obat harus sepenuhnya demi kepentingan pasien. Bukan berorientasi untuk “ kenyamanan” keluarga  atau siapapun yang tak mau diganggu oleh perilaku autistic si-anak.
4.      Terapi Okupasi dan terapi Fisik
Terapi Okupasi diperlukan bagi penyandang Autisme yang mengalami gangguan perkembangan motorik halus dan terapi fisik bagi gangguan motorik kasar. Melalui berbagai kegiatan , dalam terapi-terapi ini dilakukan perbaikan serta evaluasi berkesinambungan atas kekuatan, koordinasi dan keterampilan otot-otot motorik anak.
5.      Terapi Wicara
Kadang penyandang Autisme memiliki permasalahan dalam kemampuan bicara. Untuk itu perlu dilakukan terapi wicara. Terapi wicara pada Autisme tak sama dengan pada kasus gangguan bicara oleh sebab lain. Karena itu di sini terapis memahami benar segala permasahan yang khas pada anak autis.
6.      Terapi Bermain
Karena dunia anak adalah “dunia bermain” maka bagi anak-anak Autis pun bisa diterapkan konsep terapi bermain. Melalui bermain pada mereka bisa dioptimalkan berbagai hal. Antara lain: Bahasa reseptif maupun ekspresif,  keterampilan psikososial, perkembangan emosi, perkembangan kognitif dan sebagainya.
7.      Pendidikan Khusus
Pendidikan khusus merupakan suatu bentuk pendidikan individual. Yang menekankan pada pemahaman atas keunikan masing-masing anak. Bisa dilakukan ditempat tertentu sebagai suatu sekolah khusus  atau dilakukan dirumah dengan mengacu pada konsep homeschooling (sekolah-rmah). Setelah tampak perbaikan nyata, secara bertahap penyandang Autisme diarahkan untuk masuk sekolah formal, bersama anak-anak lain.

Disamping beberapa terapi yang disebutkan diatas, dikenal pula beberapa  jenis terapi lain  misalnya: sensory integration therapy, musical therapy, dolphin therapy, daily life therapy,holding thetapy dan lain-lain.Semua bisa dilakukan pada individu Autistik, sejauh diperlukan dan sesuai kekhasan gejala yang didapatkan pada masing-masing anak.

Apakah Autis bisa mengalami perbaikan?
Seperti dikemukakan di atas  dengan terapi dini, intensif dan terpadu, memungkinkan penyandang Autisme memperoleh perbaikan optimal ( artinya sembuh), bahkan tak tampak gejala sisa, hingga tak diduga bahwa mereka mantan individu Autistik. Di Indonesia banyak yang berhasil menyelesaikan studi, bahkan sampai meraih gelar S-1. Karena itu tak ada alasan bagi siapa pun untuk terpasung kesedihan berlarut-larut, bila sang buah hati didiagnosis Autisme. Seyogyanya, terima dengan hati jernih, kemudian secepatnya ambil tindakan nyata lakukan terapi dini, intensif dan terpadu. Raih kemenangan dalam berlomba dengan sang waktu.

Nb. Disadur dari catatan Kecil : Dr. Kresno Mulyadi, SpKJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar